Rabu, 14 September 2011

Laurence Brown : Dari atheis kepada Islam

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr6iLAu4E4nePU4PQ6wpOMJnNyzN0CzBkFe77e_DMvtbKc_Kgh2mzjB2VuZHGj_O5VUzNYE7o4MABW7x1i9Ey1k4xV5_KN5sbgfZGPidSH-8AyIVsdFjTqt0smVdZbgfz1aLX2ngVRFp8/s1600/laurence_2.jpg
Ketika konsultan ahli bedah kardio-toraks yang akan menangani anak perempuannya datang, perasaan Brown campur aduk antara sedih dan takut. 
"Tidak ada teman kecuali rasa takut, dan tidak ada tempat untuk berbahagi kesedihan sementara saya menunggu hasil pemeriksaan konsultan itu. Saya lalu pergi ke ruangan tempat berdoa di rumah sakit dan duduk bersimpuh," ujar Brown menceritakan kekalutan hatinya pada masa itu.

Ia mengakui, itulah kali pertama dalam hidupnya ia berdoa dengan tulus dan sungguh-sungguh. 
"Sebagai seorang atheis, pada masa itulah pertama kalinya saya, dengan setengah hati, mengakui Tuhan. Saya katakan setengah hati, malah dalam situasi panik itu, saya tidak sepenuhnya meyakini Tuhan. Saya cuma berdoa dengan sikap skeptis. Tuhan, jika Tuhan itu memang ada, Tuhan akan menyelamatkan anak perempuan saya, saya berjanji akan mencari dan mengikuti agama yang paling menyenangkan hati-Nya," kata Brown.

Sekitar 10 sampai 15 minit kemudian, Brown kembali ke ruang perawatan intensif anak perempuannya dan sangat terkejut mendengar penjelasan konsultan bedah yang mengatakan bahawa anak perempuannya akan baik-baik saja. 
Perkataan konsultan itu terbukti, dalam waktu dua hari, keadaan bayi perempuan Brown menunjukkan kemajuan tanpa perlu diberi ubat-ubatan dan menjalani pembedahan. Bayi perempuan Brown yang diberi nama Hannah itu selanjutnya membesar dengan normal seperti anak-anak lainnya.


Setelah anak perempuannya dinyatakan sihat, sekarang giliran Brown yang perlu memenuhi janjinya di depan Tuhan, semasa ia berdoa memohon keselamatan Hannah. 
Ia mengatakan, sebagai seorang atheis, mudah bagi Brown untuk membina kembali ketidakpercayaannya akan eksistensi Tuhan, dan menyerahkan pemulihan anak perempuannya pada doktor dan bukan pada Tuhan. Tapi Brown tidak melakukan itu.
"Dalam perjanjian itu, Tuhan sudah menunjukkan kebaikannya, dan saya merasa juga harus melakukan hal yang sama. Tuhan sudah mengabulkan doa saya," tegas Brown.

Selama beberapa tahun Brown berusaha memenuhi "perjanjian"nya dengan Tuhan. Tapi ia merasa gagal menemui agama ingin ia peluk. Brown mempelajari Judaisme, beragama aliran Kristian, tapi tidak pernah merasa bahawa ia telah menemui kebenaran. 
"Selama beberapa waktu, saya mendatangi berbagai gereja aliran Kristian. Yang paling lama, saya ikut jamaah gereja Katolik Roma, tapi saya tidak pernah secara rasmi memeluk agama itu," kata Brown.

Ia mengaku tidak pernah boleh memilih agama Kristian kerana alasan sederhana; ia tidak boleh menemui kesesesuaian ajaran alkitab tentang Jesus dengan ajaran dari berbagai sekte Kristian lainnya. Kerana tak menemui agama yang sesuai dengan hatinya, Brown akhirnya memilih berdiam diri di rumah dan banyak membaca. 
Di masa-masa itulah, Brown mengenal Al-Quran dan buku biografi Nabi Muhammad Saw. yang ditulis oleh Martin Lings, berjudul "Muhammad, His Life Based on Earliest Sources".

Dari Al-Quran yang dibacanya, Brown menemui bahawa kitab suci umat Islam itu mengajarkan bahwa Tuhan itu hanya satu, dan nabi-nabi seperti Nabi Musa dan Jesus (Nabi Isa) juga mengajarkan tentang keesaan Tuhan. 
Satu konsep berbeza yang pernah ia tahu dalam ajaran agama Judaisme dan KristIian yang pernah dipelajarinya bertahun-tahun. Setelah membaca buku biografi Nabi Muhammad Saw. Brown juga mulai meyakini bahawa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir.

"Tiba-tiba saja semuanya seperti masuk akal, seiring dengan keyakinan yang muncul itu. Penerusan rantaian kenabian, turunnya wahyu, hanya satu Tuhan yang Maha Besar, dan lengkapnya wahyu-wahyu Allah dalam Al-Quran, tiba-tiba menimbulkan rasa yang sempurna. Inilah yang membuat saya kemudian menjadi seorang Muslim," kata Brown.

Sehingga sekarang, sudah 10 tahun Laurence Brown menjadi seorang muslim. Selama itu, ia belajar satu perkara, bahawa "Di luar sana banyak orang yang lebih cerdas dan pandai dibandingkan dirinya, tapi orang-orang itu tidak mampu mengetahui kebenaran Islam," ujar Brown.

"Yang terpenting bukanlah berapa pintar seseorang, tapi satu pencerahan seperti yang ditegaskan Allah bahawa mereka yang percaya agama Allah, tetap akan tidak percaya, walaupun jika diberi peringatan akan dosa jika menolak adanya Allah. Jika demikian, Allah juga akan mengabaikan mereka dan menjauhkan mereka dari kebenaran-Nya ..."

"Kerananya, saya bersyukur pada Allah yang telah memberi petunjuk, dan saya memperkuat petunjuk itu dengan satu formula yang sederhana; mengakui adanya Tuhan, menyembah hanya Allah sahaja, dengan sungguh-sungguh berjanji untuk mencari dan mengikuti kebenaran ajaran-Nya, lalu menerima hidayah-Nya,"kata Brown. (ln/oi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post