Senin, 01 Agustus 2011

MENJADI HAMBA ALLAH YANG SEBENARNYA

Pagi itu saya tengah berkeliling sebuah pesantren yang mengagumkan di Kalimantan Timur. Pesantren itu adalah Pesantren Hidayatullah yang terletak di sebuah kawasan bernama Gunung Tembak, Balikpapan.
120 hektar luas pesantren itu dan lebih dari 130 cabang sudah tersebar di dalam maupun luar negeri.  Setidaknya itulah info yang saya dapatkan dari beberapa ustadz yang menemani saya saat bersilaturahmi ke sana. "Santri sebanyak ini, berapa biaya yang dikeluarkan setiap bulannya…?" tanya saya kepada Ustadz Ainurrofiq.

Beliau menjawab bahwa Alhamdulillah biaya bulanan selalu cukup meskipun banyak dari santri yang tidak sanggup membayar SPP. "Lalu darimana biaya bulanan itu ditutupi…?"kejar saya. "Khan ada Allah!!!" jawab beliau singkat. "Ya, saya mengerti… tapi khan pasti ada jalan keluar yang harus dicari...

Begini aja, ada cerita bagus gak dari pesantren ini yang bisa dibagi ke saya?!" tandas saya. Akhirnya ustadz Rofiq (beliau biasa disapa demikian), menceritakan satu kisah yang mengagumkan: Waktu itu pernah datang kepala gudang kepada Abdullah Said, pimpinan pertama pesantren.

Sang ustadz, kepala gudang pagi itu datang mengadu kepada bapak pimpinan, "Pak, di gudang kini tidak tersisa sebutir beras pun untuk makan santri nanti siang!" Hal itu dilaporkannya pada pukul sekitar jam 8 pagi, padahal makan siang hanya tersisa 4 jam lagi. Dus, santri yang perlu makan jumlahnya adalah ratusan.

Mendengarnya pak kyai menjawab tenang. Ya, inilah sosok hamba Allah yang selalu menyerahkan urusannya kepada Allah. Tidak pernah panik dan selalu tenang! Beliau menukas, "Begini saja, mari kita pergi ke masjid untuk shalat Dhuha!" Sang ustadz kepala gudang mengiyakan ajakan pak kyai.

Ustadz kepala gudang tahu benar tabiat kyai yang selalu menyerahkan semua urusan kepada Allah Swt.
Melihat mereka berdua berjalan menuju masjid, rupanya ada beberapa ustadz lain yang mengikuti langkah mereka.
Pemandangan segerombolan ustadz dan kyai menarik perhatian beberapa santri dan akhirnya rombongan menuju masjid untuk melaksanakan shalat dhuha pun menjadi banyak.
Inilah para hamba Allah yang sebenarnya. Yaitu manusia-manusia shalih yang mengabdikan diri menjadi hamba Allah sesungguhnya, dan mereka semua menjadikan Allah Swt menjadi Tuhan mereka dengan sebenarnya.

Radhitu billahi Rabban.... wa bil islami diinaa... wa bi muhammadin nabiyyan wa rasuulaa...

Maka para hamba Allah itu melakukan shalat dhuha sepuas hati mereka. Ada di antara mereka yang mengerjakan 2, 4, 6, 8 bahkan 12 rakaat. Usai mereka berdiri, rukuk dan sujud dihadapan Allah Sang Penguasa Alam, maka wajah-wajah mereka menengadah. Tangan-tangan mereka terangkat menjulur ke langit.

Mereka meminta dengan penuh harap dihadapan Tuhannya.
Allahumma inna hadzhad dhuha'a dhuha'uka wal baha'a baha'uka..... Aatinii maa ataita min ibaadikas shaalihin...
Ya Allah... sungguh waktu dhuha ini adalah milikMu, dan keagungan adalah kepunyaanmu....

Berikan kepadaku karunia yang pernah Engkau berikan kepada hamba-hambaMu yang shalihin.

Itulah doa Dhuha yang dibacakan oleh para hamba Allah tadi. Kondisi mereka masih berada di tempatnya. Tidak seorang pun beranjak pergi meninggalkan masjid. Meski demikian, rupanya ijabah Allah sudah tiba sebelum doa mereka diselesaikan.

Ya, ijabah Allah mendahului permohonan doa mereka!!!
Siapa yang pernah berkunjung ke pesantren Hidayatullah di Gunung Tembak ini akan mendapati bahwa gerbang pesantren terletak di sisi kanan depan masjid. Maka gerbang tidak jauh berjarak dari masjid tempat para hamba Allah tadi berdoa.

Maka di gerbang tersebut ada sebuah truk penuh berisi muatan beras. Ya, beras!!! Beras yang Allah Swt datangkan untuk para hambaNya yang membutuhkan.

Truk itu pun dibongkar muatannya di gudang pesantren. Sambil membongkar para petugas pesantren menanyakan kepada supir truk darimana asal beras ini. Supir truk itu memberi keterangan bahwa kemarin Bulog Kaltim melakukan sidak (inspeksi mendadak) di pasar.

Mereka temukan raskin (beras untuk orang miskin) rupanya dijual bebas. Maka beras itu pun disita oleh Bulog. Setelah disita para pejabat Bulog Kaltim mendapati bahwa gudang mereka penuh dan tidak bisa menampung beras sitaan. Maka mereka berpendapat, kalau tidak bisa disimpan lebih baik disumbangkan saja sebelum beras itu rusak. Namun kemana hendak disumbangkan?

Maka mereka memutuskan untuk menyalurkan beras itu ke pesantren Hidayatullah saja!!! Subhanallah...!!! rupanya sebelum pak Kyai Abdullah Said berdoa bersama para ustadz dan santrinya, jauh sebelum itu rupanya Allah SWT sungguh sudah mempersiapkan segala yang hendak diminta oleh para hamba-hamba kesayangannya.

Sungguh ada kenikmatan dan keindahan yang tiada terperi, bila kita menjadi hamba Allah sebenarnya! Tidakkah kita menyadarinya, sobat?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post